11 Feb 2011

Iseng A G A I N !

Difitnah oleh CreaMii_choco at 02.26
Iseeeengggg! maklum bosan + seteress besok ada ulangan math dan Pkn! huhuhu

***
For a long time, I’ve been living, having forgotten of you…
For a while, I thought I was doing fine…
However I started to realize it as time passed by,
That I am Nothing Without You…
I miss you…
Really miss you…
Now, I just need ‘one hope’,
I just need you to know that I miss you
I miss you… I miss your smile…
I miss you, Oppa…
I know,
I know You hate me, and I hate you too…
I really hate you, but,
But I really miss you now…
I miss you, Oppa…

Air matanya tak bisa berhenti mengalir.
Ia sendiri tak yakin bisa menghentikan air matanya itu. Ia menghapus air mata yang ada dipipinya dengan punggung tangannya. Ia kembali memusatkan matanya kearah laptop ungunya yang Ia pangku. Ia memperbaiki bantal sandarannya agar Ia bisa bersandar dengan baik di kepala tempat tidur pasien itu. Wajah pucatnya tetap terlihat sedih, putus asa, dan seakan-akan seperti akan mati. Matanya memancarkan sinar kekecewaannya. Ya, kekecewaannya kepada seseorang yang Ia hampir percayai.
Ia kembali melihat tulisan yang Ia ketik dilaptop ungunya. Tulisan yang menggambarkan perasaannya saat itu juga. Ia jadi sangat ingin memperlihatkan tulisan ini kepada seseorang, seseorang yang sangat Ia benci. Seseorang yang membuat hatinya menjadi seperti sekarang. Seseorang yang membuat hatinya kacau.
Air matanya mengalir lagi.
Oh ya tuhan! Sungguh! Ia tak bisa menghentikan air matanya yang mengalir deras itu! Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia harap dengan begini air matanya bisa berhenti mengalir — tapi kenyataannya tidak. Ia tetap tak bisa menghentikan air matanya itu.
Ada sesuatu yang sakit.
Tiba-tiba Ia merasakan ada sesuatu dari dirinya yang sakit. Sakit sekali. Seakan ditusuk-tusuk. Rasa sakit itu sakit sekali. Sampai-sampai Ia seperti kehabisan napas. Satu tangannya mencengkram pinggiran tempat tidur pasien itu. Sungguh! Ia sudah tak tahan! Sakit sekali! Air matanya tambah mengalir deras. Ia menggigit bibirnya seakan itu bisa membuat rasa sakit itu menghilang. Tapi tetap tidak bisa. Cengkraman tangannya dipinggiran tempat tidur semakin kuat. Ia juga menggigit bibirnya kuat-kuat. Berharap rasa sakit itu keluar dari dalam dirinya.
Cengkraman tangannya melemah. Tangannya yang tadi mencengkram pinggiran tempat tidur itu kini tertempel di dadanya. Ia melakukannya seakan-akan Ia ingin menutupi lubang besar di dadanya. Satu tangannya yang bebas memukul-mukul punggung satu tangan lainnya yang tertempel di dada. Ia berharap lagi kalau saja Ia melakukan hal itu Ia sudah tidak akan merasa sakit lagi.
Tidak. Harapannya tidak terkabul. Rasa sakit itu semakin meluap-luap. Tangannya makin memukul-mukul dadanya itu. Sakit sekali. Derai air matanya makin kencang. Dan saat itu juga sebaiknya Ia ingin mati.
Ckrekk..
Ada yang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian serba putih menghampirinya. Dan bertanya ada apa dengan dirinya. Wanita itu sepertinya panik. Ia mengambil laptop ungunya yang Ia pangku dan menaruhnya dimeja samping tempat tidur itu.
“Sakit suster… disini…” Erangnya sambil memukul-mukul dadanya itu. Ya, Rasa sakit yang Ia rasakan berawal dari dadanya. Berawal dari hatinya… Berawal dari hati kecilnya yang terluka. Ia masih tetap menangis. Wanita yang Ia panggil suster itu menenangkannya. Wanita itu memberinya air putih, yang langsung di esapnya perlahan. Kemudian wanita itu keluar dan menutup pintu kamar rumah sakit itu.
Ruangan itu kembali sunyi senyap.
Hanya terdengar seenggukkan tangisnya yang sudah hampir mereda. Di ruangan itu hanya ada dirinya, dan rasa sakit yang Ia rasakan. Dan saat itu juga Ia kembali mengingat masa lalunya bersama orang itu. Orang yang dulu hampir Ia percayai.
Dan masa lalu itu kelihatan indah. Kelihatan jauh lebih baik dari masanya yang seperti sekarang.
Tiba-tiba didepannya seperti ada sebuah layar besar. Sebuah layar besar berisi kenangan masa lalunya. Ia jadi seperti sedang menonton film. Tentunya dengan dirinya lah sebagai pemeran utamanya.
Disitu Ia melihat dirinya, dan sahabatnya sedang bermain, bercanda, dan tertawa riang. Ia dapat melihat jelas wajahnya saat itu. Wajah yang sangat senang. Wajah yang seakan-akan tidak tahu bahwa ada masalah yang akan terjadi pada dirinya. Ia tersenyum melihat semua itu. Dan Ia berharap waktu itu akan terulang lagi. Tapi sepertinya lagi-lagi harapannya tak akan mungkin terkabulkan.
Dan sekarang Ia melihatnya bersama dengan orang itu. Oh sungguh! Saat itu Ia sangat senang sekali. Wajahnya terus tersenyum dan tertawa. Sinar matanya bahagia sekali. Oh tuhan! Tolong kembalikan Ia kemasa yang indah itu! Sekali saja… Kalau boleh sekali saja…
Saat-saat itu berganti lagi. Ia seperti sedang mengganti chanel tv. Ia melihat dirinya berada disebuah ruangan. Dan Ia melihat dirinya menangis tersedu disitu. Oh dia ingat! Ini saat pertama kali Ia diberi tahu dokter kalau hidupnya takkan berlangsung lama… Ia saat itu divonis dokter dengan penyakit leukemia. Penyakit yang membuatnya harus seperti sekarang, harus tinggal di rumah sakit untuk dirawat. Sebenarnya Ia berpikir, untuk apa Ia tetap dirawat, Ia tetap disuruh meminum obat kalau nantinya Ia akan mati juga?! Ia merasa keberadaannya disini tak berguna sekali. Percuma Ia disini. Toh nantinya akan mati juga, kan? Ia tak perlu dengan obat-obatan karena otan-obat itu tak bisa membantunya untuk sembuh.
Saat-saat itu kembali berganti. Dan disitu wajahnya sama seperti saat divonis dokter, wajahnya sedih dan Ia menangis. Namun Ia bukan bersama dokter sekarang. Ia bersama orang itu… Itu saat-saat terakhir Ia bertemu orang itu… Itu saat-saat dimana orang itu bilang kepadanya bahwa Ia akan meninggalkannya…
Ia kembali menangis. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia sedih sekali. Ia jadi beranggapan kalau Tuhan tak adil padanya. Kenapa Tuhan mengambil seluruh kebahagiaannya? Dan menggantinya dengan kesengsaraan?
Seseorang kembali membuka pintu. Dan kali ini bukan wanita berpakaian serba putih itu. Tapi itu sahabatnya, sahabatnya yang Ia sayangi.
“Kau tak apa?” tanyanya cemas. Ia menggeleng lemas sambil tetap menangis. “Sabarlah…” ucapnya lagi lalu memeluknya.
Onnie… kenapa… kenapa tuhan tak adil padaku?” Tanyanya kepada orang yang Ia panggil Onnie itu didalam pelukannya. Tangisnya makin kencang. Dan orang yang Ia sebut Onnie hanya terdiam. Tak bisa menjawab apa-apa.
“Kenapa… kenapa Tuhan membuat semua orang yang aku sayang menjauh? Dan mengapa Ia akan membuatku meninggalkan semua orang yang kusayangi itu? Apa salahku, onnie… jawablah…” tanyanya lagi dengan nada rendah. Ia melepas pelukan sahabatnya itu.
“Apa aku pernah membuat salah?! Jawab pertanyaanku onnie! Jangan diam saja!” Nada suaranya sudah tidak bisa ditinggikan. Ia seperti ingin marah, tapi suaranya yang keluar seperti sangat putus asa. Air matanya terus saja mengalir.
Tiba-tiba pipi sahabatnya juga basah. Basah karena air mata. Dan sahabatnya itu kembali memeluknya. “Tenanglah… masih ada aku, dan yang lain… kami akan tetap bersamamu dan tidak akan pernah meninggalkanmu…” ucapnya lalu melepas pelukannya.
“Benarkah?” tanyanya. Ia menghapus air matanya lagi dengan punggung tangannya. Sahabatnya tersenyum. “Ya, tentu saja.”
Ia  ikut tersenyum. Tapi tiba-tiba Ia terbatuk-batuk. Ia terbatuk-batuk keras. Ia menutu mulutnya dengan satu tangannya, tapi jelas tak bisa menghentikan batuknya. Ia melihat sahabatnya menjadi panik.
“Suster!Suster!!Tolong suster!!”
“Panggilkan dokter!”
Hanya itu saja yang sempat Ia dengar. Ia merasakan sahabatnya menggenggam tangannya erat. Ia juga merasakan kalau air mata sahabatnya mengalir deras. Dan tiba-tiba Ia juga merasakan ada yang datang. Dan Ia melihat siapa orang yang datang itu. Itu adalah orang itu… Itu adalah orang yang meninggalkannya.  Wajah itu… Itu wajah yang selama itu Ia rindukan… Dan itu juga wajah yang terakhir Ia lihat. Dan setelah itu, pandangannya menjadi kabur. Ia masih bisa mendengar sedikit kalau orang itu sedang memanggil-manggil namanya. Dan Ia rasa orang itu juga menangis. Bagus, orang itu menangis. Dengan begini, impas sudah. Orang itu juga menangis karenanya dan Ia juga sudah sering melakukannya. Dengan begini, Ia bisa pergi dengan tenang. Dan saat itu juga,
matanya benar-benar menutup…

***

The end! wahahaha XD Ini di post di blog ku yg lainnya http://1cmofhappiness.wordpress.com

0 comments:

11 Feb 2011

Iseng A G A I N !

Posted by CreaMii_choco at 02.26
Iseeeengggg! maklum bosan + seteress besok ada ulangan math dan Pkn! huhuhu

***
For a long time, I’ve been living, having forgotten of you…
For a while, I thought I was doing fine…
However I started to realize it as time passed by,
That I am Nothing Without You…
I miss you…
Really miss you…
Now, I just need ‘one hope’,
I just need you to know that I miss you
I miss you… I miss your smile…
I miss you, Oppa…
I know,
I know You hate me, and I hate you too…
I really hate you, but,
But I really miss you now…
I miss you, Oppa…

Air matanya tak bisa berhenti mengalir.
Ia sendiri tak yakin bisa menghentikan air matanya itu. Ia menghapus air mata yang ada dipipinya dengan punggung tangannya. Ia kembali memusatkan matanya kearah laptop ungunya yang Ia pangku. Ia memperbaiki bantal sandarannya agar Ia bisa bersandar dengan baik di kepala tempat tidur pasien itu. Wajah pucatnya tetap terlihat sedih, putus asa, dan seakan-akan seperti akan mati. Matanya memancarkan sinar kekecewaannya. Ya, kekecewaannya kepada seseorang yang Ia hampir percayai.
Ia kembali melihat tulisan yang Ia ketik dilaptop ungunya. Tulisan yang menggambarkan perasaannya saat itu juga. Ia jadi sangat ingin memperlihatkan tulisan ini kepada seseorang, seseorang yang sangat Ia benci. Seseorang yang membuat hatinya menjadi seperti sekarang. Seseorang yang membuat hatinya kacau.
Air matanya mengalir lagi.
Oh ya tuhan! Sungguh! Ia tak bisa menghentikan air matanya yang mengalir deras itu! Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia harap dengan begini air matanya bisa berhenti mengalir — tapi kenyataannya tidak. Ia tetap tak bisa menghentikan air matanya itu.
Ada sesuatu yang sakit.
Tiba-tiba Ia merasakan ada sesuatu dari dirinya yang sakit. Sakit sekali. Seakan ditusuk-tusuk. Rasa sakit itu sakit sekali. Sampai-sampai Ia seperti kehabisan napas. Satu tangannya mencengkram pinggiran tempat tidur pasien itu. Sungguh! Ia sudah tak tahan! Sakit sekali! Air matanya tambah mengalir deras. Ia menggigit bibirnya seakan itu bisa membuat rasa sakit itu menghilang. Tapi tetap tidak bisa. Cengkraman tangannya dipinggiran tempat tidur semakin kuat. Ia juga menggigit bibirnya kuat-kuat. Berharap rasa sakit itu keluar dari dalam dirinya.
Cengkraman tangannya melemah. Tangannya yang tadi mencengkram pinggiran tempat tidur itu kini tertempel di dadanya. Ia melakukannya seakan-akan Ia ingin menutupi lubang besar di dadanya. Satu tangannya yang bebas memukul-mukul punggung satu tangan lainnya yang tertempel di dada. Ia berharap lagi kalau saja Ia melakukan hal itu Ia sudah tidak akan merasa sakit lagi.
Tidak. Harapannya tidak terkabul. Rasa sakit itu semakin meluap-luap. Tangannya makin memukul-mukul dadanya itu. Sakit sekali. Derai air matanya makin kencang. Dan saat itu juga sebaiknya Ia ingin mati.
Ckrekk..
Ada yang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian serba putih menghampirinya. Dan bertanya ada apa dengan dirinya. Wanita itu sepertinya panik. Ia mengambil laptop ungunya yang Ia pangku dan menaruhnya dimeja samping tempat tidur itu.
“Sakit suster… disini…” Erangnya sambil memukul-mukul dadanya itu. Ya, Rasa sakit yang Ia rasakan berawal dari dadanya. Berawal dari hatinya… Berawal dari hati kecilnya yang terluka. Ia masih tetap menangis. Wanita yang Ia panggil suster itu menenangkannya. Wanita itu memberinya air putih, yang langsung di esapnya perlahan. Kemudian wanita itu keluar dan menutup pintu kamar rumah sakit itu.
Ruangan itu kembali sunyi senyap.
Hanya terdengar seenggukkan tangisnya yang sudah hampir mereda. Di ruangan itu hanya ada dirinya, dan rasa sakit yang Ia rasakan. Dan saat itu juga Ia kembali mengingat masa lalunya bersama orang itu. Orang yang dulu hampir Ia percayai.
Dan masa lalu itu kelihatan indah. Kelihatan jauh lebih baik dari masanya yang seperti sekarang.
Tiba-tiba didepannya seperti ada sebuah layar besar. Sebuah layar besar berisi kenangan masa lalunya. Ia jadi seperti sedang menonton film. Tentunya dengan dirinya lah sebagai pemeran utamanya.
Disitu Ia melihat dirinya, dan sahabatnya sedang bermain, bercanda, dan tertawa riang. Ia dapat melihat jelas wajahnya saat itu. Wajah yang sangat senang. Wajah yang seakan-akan tidak tahu bahwa ada masalah yang akan terjadi pada dirinya. Ia tersenyum melihat semua itu. Dan Ia berharap waktu itu akan terulang lagi. Tapi sepertinya lagi-lagi harapannya tak akan mungkin terkabulkan.
Dan sekarang Ia melihatnya bersama dengan orang itu. Oh sungguh! Saat itu Ia sangat senang sekali. Wajahnya terus tersenyum dan tertawa. Sinar matanya bahagia sekali. Oh tuhan! Tolong kembalikan Ia kemasa yang indah itu! Sekali saja… Kalau boleh sekali saja…
Saat-saat itu berganti lagi. Ia seperti sedang mengganti chanel tv. Ia melihat dirinya berada disebuah ruangan. Dan Ia melihat dirinya menangis tersedu disitu. Oh dia ingat! Ini saat pertama kali Ia diberi tahu dokter kalau hidupnya takkan berlangsung lama… Ia saat itu divonis dokter dengan penyakit leukemia. Penyakit yang membuatnya harus seperti sekarang, harus tinggal di rumah sakit untuk dirawat. Sebenarnya Ia berpikir, untuk apa Ia tetap dirawat, Ia tetap disuruh meminum obat kalau nantinya Ia akan mati juga?! Ia merasa keberadaannya disini tak berguna sekali. Percuma Ia disini. Toh nantinya akan mati juga, kan? Ia tak perlu dengan obat-obatan karena otan-obat itu tak bisa membantunya untuk sembuh.
Saat-saat itu kembali berganti. Dan disitu wajahnya sama seperti saat divonis dokter, wajahnya sedih dan Ia menangis. Namun Ia bukan bersama dokter sekarang. Ia bersama orang itu… Itu saat-saat terakhir Ia bertemu orang itu… Itu saat-saat dimana orang itu bilang kepadanya bahwa Ia akan meninggalkannya…
Ia kembali menangis. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia sedih sekali. Ia jadi beranggapan kalau Tuhan tak adil padanya. Kenapa Tuhan mengambil seluruh kebahagiaannya? Dan menggantinya dengan kesengsaraan?
Seseorang kembali membuka pintu. Dan kali ini bukan wanita berpakaian serba putih itu. Tapi itu sahabatnya, sahabatnya yang Ia sayangi.
“Kau tak apa?” tanyanya cemas. Ia menggeleng lemas sambil tetap menangis. “Sabarlah…” ucapnya lagi lalu memeluknya.
Onnie… kenapa… kenapa tuhan tak adil padaku?” Tanyanya kepada orang yang Ia panggil Onnie itu didalam pelukannya. Tangisnya makin kencang. Dan orang yang Ia sebut Onnie hanya terdiam. Tak bisa menjawab apa-apa.
“Kenapa… kenapa Tuhan membuat semua orang yang aku sayang menjauh? Dan mengapa Ia akan membuatku meninggalkan semua orang yang kusayangi itu? Apa salahku, onnie… jawablah…” tanyanya lagi dengan nada rendah. Ia melepas pelukan sahabatnya itu.
“Apa aku pernah membuat salah?! Jawab pertanyaanku onnie! Jangan diam saja!” Nada suaranya sudah tidak bisa ditinggikan. Ia seperti ingin marah, tapi suaranya yang keluar seperti sangat putus asa. Air matanya terus saja mengalir.
Tiba-tiba pipi sahabatnya juga basah. Basah karena air mata. Dan sahabatnya itu kembali memeluknya. “Tenanglah… masih ada aku, dan yang lain… kami akan tetap bersamamu dan tidak akan pernah meninggalkanmu…” ucapnya lalu melepas pelukannya.
“Benarkah?” tanyanya. Ia menghapus air matanya lagi dengan punggung tangannya. Sahabatnya tersenyum. “Ya, tentu saja.”
Ia  ikut tersenyum. Tapi tiba-tiba Ia terbatuk-batuk. Ia terbatuk-batuk keras. Ia menutu mulutnya dengan satu tangannya, tapi jelas tak bisa menghentikan batuknya. Ia melihat sahabatnya menjadi panik.
“Suster!Suster!!Tolong suster!!”
“Panggilkan dokter!”
Hanya itu saja yang sempat Ia dengar. Ia merasakan sahabatnya menggenggam tangannya erat. Ia juga merasakan kalau air mata sahabatnya mengalir deras. Dan tiba-tiba Ia juga merasakan ada yang datang. Dan Ia melihat siapa orang yang datang itu. Itu adalah orang itu… Itu adalah orang yang meninggalkannya.  Wajah itu… Itu wajah yang selama itu Ia rindukan… Dan itu juga wajah yang terakhir Ia lihat. Dan setelah itu, pandangannya menjadi kabur. Ia masih bisa mendengar sedikit kalau orang itu sedang memanggil-manggil namanya. Dan Ia rasa orang itu juga menangis. Bagus, orang itu menangis. Dengan begini, impas sudah. Orang itu juga menangis karenanya dan Ia juga sudah sering melakukannya. Dengan begini, Ia bisa pergi dengan tenang. Dan saat itu juga,
matanya benar-benar menutup…

***

The end! wahahaha XD Ini di post di blog ku yg lainnya http://1cmofhappiness.wordpress.com

0 comments on "Iseng A G A I N !"

 

I'm HERE.... Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | Best Kindle Device